Sabtu, 13 Desember 2014

PERBEDAAN PEMBELAJARAN TRADISIONAL DAN MODERN



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Kehidupan manusia memang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, demikian juga dalam pendidikan dan pembelajaran. Pembelajaran yang dahulu sudah ada terus berkembang sampai saat ini dan akan terus berkembang di masa yang akan datang. Kalau dahulu kita mengenal teori pembelajaran behavioristik sebagai pembelajaran klasik (tradisional) maka saat ini, kita mengenal teori pembelajaran kontemporer atau teori pembelajaran yang dipakai di era modern ini.
Sampai sekarang ini, banyak orang yang mencari-cari teori pembelajaran yang tepat agar bisa mendapatkan hasil optimal. Ketika teori pembelajaran satu tidak lagi memberikan hasil yang memuaskan, maka orang akan mencoba teori pembelajaran lain. Ketika teori pembelajaran klasik tidak lagi sesuai dengan perkembangan belajar manusia maka orang akan beralih pada teori pembelajaran modern (kontemporer). Akan tetapi tradisi dari para pendahulu jangan ditinggalkan begitu saja,  seperti dalam maa qolah      المحافظة على القديم الصالح والأخذ بالجديد الأصلح” (memelihara tradisi yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik).
B.     Rumusan Masalah
  1. Bagaimana Pembelajaran Tradisional itu?
  2. Bagaimana Pembelajaran Modern itu?
  3. Bagaimana perubahan- perubahan yang terjadi pada pembelajaran tradisional menjadi pembelajaran modern?



BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah suatu upaya sadar guru untuk membantu siswa atau anak didik, agar mereka dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan minatnya.[1] Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran juga memiliki pengaruh yang menyebabkan kualitas pendidikan menjadi rendah. Artinya pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan guru dalam melaksanakan atau mengemas proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya, pembelajaran yang dilaksnakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit di kembangkan atau di berdayakan.[2]
Menurut hasil kajian S. Nasution, bahwa hingga saat ini terdapat tiga model pembelajaran yang sering dikacaukan dengan pengertian “mengajar”. Pertama, mengajar adalah menanamkan pengetahuan kepada peserta didik, dengan tujuan agar pengetahuan tersebut dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta  didik. Mengajar pada tipe pertama ini dianggap berhasil jika peserta didik menguasai pengetahuan yang ditransferkan oleh guru sebanyak-banyaknya. Kedua, mengajar adalah menyampaikan kebudayaan kepada peserta didik. Definisi yang kedua ini  pada intinya sama dengan definisi yang pertama yang menekankan pada guru sebagai pihak yang aktif. Ketiga, mengajar adalah suatu aktifitas mengorganisasi atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan peserta didik sehingga terjadi proses belajar.
Definisi mengajar model pertama dan kedua yang banyak digunakan pada sebagian besar masyarakat tradisional. Hasilnya adalah peserta didik yang banyak menguasai bahan pelajaran, namun mereka tidak tahu cara menggunakan dan mengembangkannya. Mereka seperti seorang anak bayi yang diberikan makanan atau minuman oleh orang tuanya, namun ia tidak tahu dari mana asalnya makanan dan minuman tersebut, bagaimana cara membuatnya, dan bagaimana pula cara mendapatkannya. Sementara itu, definisi mengajar model ketiga, kini mulai banyak digunakan, terutama pada lembaga-lembaga pendidikan pada masyarakat modern. Hasilnya adalah peserta didik bukan hanya menguasai bahan pelajaran tersebut, melainkan mereka mengetahui asal usulnya, cara mendapatkan dan mengembangkannya. Di era global yang mengharuskan lahirnya lulusan yang kreatif, inovatif, dinamis, dan mandiri, model pengajaran yang ketiga itulah yang perlu dilaksanakan. Dengan menerapkan teori yang ketiga, maka yang terjadi bukan hanya mengajar yang menghasilkan penguasaan pengetahuan, melainkan juga pembelajaran yang yang menghasilkan penguasaan terhadap metode pengembangan ilmu pengetahuan, keterampilan, kepribadian, dan seterusnya. Dengan cara demikian, dengan sendirinya akan terjadi kegiatan pembelajaran.[3]
Berdasarkan pada kajian di atas, maka sebenarnya yang diharapkan dari penggunaan istilah pembelajaran adalah usaha membimbing peserta didik dan menciptakan lingkungan yang memungkinkan terjadinya proses belajar untuk belajar.
  1. Pembelajaran Tradisional dan Pembelajaran Modern
Pembelajaranan tradisional (konsep lama) sangat menekankan pentingnya penguasaan bahan pelajaran. Pembelajaran tradisional merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran berada pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru berperan sebagai orang yang serba bisa dan sebagai sumber belajar. Pembelajaran tradisional ini dekenal dengan pembelajaran behavioristik.
Sistem pembelajaran tradisional memiliki ciri bahwa pengelolaan pembelajaran ditentukan oleh guru. Peran siswa hanya melakukan aktifitas sesuai dengan petunjuk guru. Model tradisional ini lebih menitik beratkan upaya atau proses menghabiskan materi pelajaran, sehingga model tradisional lebih berorientasi pada teks materi pelajaran. Guru cenderung menyampaikan materi saja, masalah pemahaman atau kualitas penerimaan materi siswa kurang mendapatkan perhatian secara serius.
Sedangkan pembelajaran modern adalah salah satu hasil dari pesatnya perkembangan teknologi dan informasi yang mengubah konsepsi dan cara berpikir belajar manusia. Semakin meningkatnya perkembangan teknologi dan informasi tersebut mengakibatkan teori pembelajaran behavioristik dipandang kurang cocok lagi untuk dikembangkan bagi anak didik di sekolah. Oleh karena itu, munculah sebuah teori pembelajaran konstruktivisme sebagai jawaban atas berbagai persoalan pembelajaran dalam masa kontemporer.
Teori kontruktivisme beranggapan bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja, melainkan harus diinterpretasikan sendiri oleh masing-masing individu. Pengetahuan juga bukan merupakan sesuatu yang sudah ada, melainkan suatu proses yang berkembang terus menerus. Dalam proses itu, keaktifan peserta didik sangat menentukan dalam mengembangkan pengetahuannya. Ia harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari.[4] Disisi lain, kenyataannya masih banyak peserta didik yang salah menangkap apa yang diberikan oleh gurunya. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan tidak begitu saja dipindahkan, melainkan harus dikontruksikan sendiri oleh peserta didik tersebut.
Peran guru dalam pembelajaran bukan pemindahan pengetahuan, tetapi hanya sebagai fasilitator yang menyediakan stimulus baik berupa strategi pembelajaran, bimbingan dan bantuan ketika peserta didik mengalami kesulitan belajar, atau menyediakan media dan materi pembelajaran agar peserta didik itu merasa termotivasi dan tertarik untuk belajar sehingga pembelajaran menjadi bermakna hingga akhirnya peserta didik tersebut mampu mengkonstruksi sendiri pengetahuannya.
  1. Perbedaan Pembelajaran Tradisional dan Modern
Paradigma baru pembelajaran di Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Bab IV, Pasal 19 ayat ( 1 ) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 ahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan adalah proses pembelajaran yang dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan bakat, minat dan psikologi peserta didik.
Proses pembelajaran akan efektif jika diketahui inti kegiatan belajar yang sesungguhnya. Pada bagian ini akan di bahas perbedaan pembelajaran tradisional (behavioristik) dan pembelajaran konstruktivistik.
Kegiatan pembelajaran yang selama ini berlangsung, yang berpijak pada teori behavioristik, banyak didominasi oleh guru. Guru menyampaikan materi pelajaran melalui ceramah, dengan harapan siswa dapat memahaminya dan memberikan respon sesuai dengan materi yang diceramahkan. Dalam pembelajaran, guru banyak menggantungkan pada buku teks. Materi yang disampaikan sesuai dengan urutan isi buku teks. Diharapkan siswa memiliki pandangan yang sama dengan buku teks tersebut. Alternatif-alternatif perbedaan interpretasi di antara siswa terhadap fenomena sosial yang kompleks tidak dipertimbangkan. Siswa belajar dalam isolasi, yang mempelajari kemampuan tingkat rendah dengan cara melengkapi buku tugasnya setiap hari.
Berbeda dengan bentuk pembelajaran di atas, pembelajaran konstruktivistik membantu siswa menginternalisasi dan menstranformasi informasi baru. Transformasi terjadi dengan menghasilkan pengetahuan baru yang selanjutnya akan membentuk struktur kognitif baru. Pendekatan konstruktivistik lebih luas dan sukar untuk dipahami. Pandangan ini tidak melihat pada apa yang dapat diungkapkan kembali atau apa yan dapat diulang oleh siswa terhadap pelajaran yang telah diajarkan dengan cara menjawab soal-soal tes (sebagai perilaku imitasi), melainkan pada apa yang dapat dihasilkan siswa, didemonstrasikan, dan ditunjukkannya.
Sedikitnya, terdapat tujuh perbedaan bentuk implementasi pembelajaran modern dengan pembelajaran tradisional. Secara rinci perbedaan karakteristik antara pembelajaran tradisional (behavioristik) dan pembelajaran Konstruktivistik, sebagai berikut;
  1. Pusat pembelajaran
Pada pembelajaran tradisional berorientasi pada guru atau disebut dengan Teacher Centered. Di sini proses pembelajaran tergantung pada guru. Guru bertugas mengajar dan memberi pengetahuan kepada para siswa, sedangkan siswa hanya mendengarkan saja. Jadi, siswa bersifat pasif karena yang penting bagi siswa adalah mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru. Siswa dianggap tidak memiliki pengetahuan lain selain yang diajarkan oleh guru. Guru di sini  dianggap yang “paling pintar” dan menganggap siswa-siswanya ini tidak tahu apa-apa bila tidak mendapatkan pelajaran dari gurunya karena guru sebagai satu-satunya sumber pembelajaran. Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas sesuai dengan minat dan keinginannya.[5]  
Berbeda dengan pembelajaran tradisional, dalam pembelajaran modern ini telah mengalaimi pergeseran, yang mulanya berpusat pada guru menjadi berpusatkan pada siswa (Student Centered). Hal ini siswa berfungsi sebagai subjek dalam pembelajaran. Pada pembelajaran modern ini siswa memiliki kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan keinginannya.[6] Namun, di sini bukan berarti guru hanya pasif dan tidak melakukan apapun. Guru lebih berfungsi membekali kemampuan siswa dalam menyeleksi informasi yang dibutuhkan. Pengajar dan siswa sama-sama aktif, siswa aktif mengkonstruksi pengetahuan dan pengajar sebagai fasilitator yang membimbing dan mengarahkan para siswanya agar kegiatan belajar mengajar menjadi lebih tearah.
Bentuk pembelajaran student centered memiliki berbagi model dan pendekatan dalam proses belajar mengajar. Model tersebut meliputi; model pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning), model pembelajaran  kooperatif (cooperative learning), model pembelajaran tuntas (mastery Learning model), model pembelajaran berdasarkan pemecahan masalah ( problem solving based learning.) model pembelajaran berdasarkan proyek (project based learning), dan sebagainya[7]
  1. Sumber Pembelajaran
Sumber pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat memberikan informasi atau penjelasan, berupa definisi, teori, konsep dan penjelasan yang berkaitan dengan pembelajaran. Pada sistem pembelajaran tradisional, sumber pembelajaran masih terbatas pada informasi yang diberikan oleh guru ditambah sedikit dari buku. Sedangkan sumber belajar lainnya belum mendapatkan perhatian, sehingga aktivitas belajar siswa kurang berkembang.[8]
Dalam perkembangan selanjutnya, sumber belajar semakin berkembang, seiring dengan terjadinya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta kreatifitas manusia. Sumber belajar yang bukan manusia, melainkan peralatan yang dibuat manusia yang selanjutnya menjadi penyambung lidah keinginan manusia biasanya disebut media.
Media merupakan suatu perangkat yang digunakan untuk mempercepat suatu proses pembelajaran. Dalam hubungan ini terdapat dua unsur yang terkandung dalam media pembelajaran, yaitu pesan atau bahan pengajaran yang akan disampaikan yang disebut dengan perangkat lunak (software), dan alat penampil atau perangkat keras (hardware) Pada pembelajaran tradisional, media yang digunakan merupakan single media atau media tunggal. yang dimaksud media tunggal di sini adalah media yang digunakan dalam proses pembelajaran hanya satu alat dan cara saja. Biasanya dalam pembelajaran tradisional, media yang digunakan adalah guru itu sendiri. Maksudnya adalah, cepat lambatnya suatu proses pembelajaran tergantung dari gurunya itu. Guru juga merupakan suatu media karena guru juga merupakan sumber informasi bagi para muridnya, dan pada pembelajaran tradisional ini, semua informasi pengetahuan yang didapat siswa tergantung dari guru itu.
Sedangkan pada pembelajaran modern, media yang digunakan berupa multimedia. Tidak hanya berkutat pada satu media tetapi juga pada beberapa media lain yang dapat mempercepat tercapainya tujuan pembelajaran. Pada zaman multimedia kini, siswa tidak hanya tergantung pada guru saja. Ada banyak media yang bisa siswa gunakan untuk menunjang proses pembelajarannya. Selain buku yang menjadi pegangan kebanyakan dari guru, siswa juga dapat mengakses informasi dan pengetahuan dari majalah, surat kabar juga dari televisi dan sekarang ini yang lebih sering digunakan adalah mengakses informasi melalui internet. Di sana terdapat banyak pengetahuan yang mungkin belum pernah diajarkan oleh guru. Selain itu di dalam kelas juga, guru tidak hanya dapat menyampaikan materi secara lisan maupun tertulis saja. Namun, penyampaian pengetahuan yang akan mempengaruhi kecepatan siswa dalam memahami pengetahuan yang disampaikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Dengan berkembangnya media elektronik seperti laptop dan LCD proyektor serta berbagai software lainnya dapat memperjelas dan membantu guru agar dapat menyampaikan materi secara detail. Selain itu, seiring dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin pesat, dunia pendidikan juga berusaha menyesuaikan perkembangan tersebut. Hal itu ditandai denan munculnya medel pembelajaran melalui teknologi internet yang disebut dengan e-education atau e-learning. Yaitu kegiatan pendidikan atau pembelajaran melalui media elektronik, khususnya melalui jaringan internet.mengenai model pembelajaran berbasis komputer dan pembelajaran berbasis elektronik yang saat ini mulai banyak dipakai di lembaga pendidikan.
a.       Pembelajaran berbasis komputer
Pembelajaran berbasis komputer marupakan pembelajaran yang menggunakan komputer sebagai alat bantu. Melalui pembelajaran ini, bahan ajar disajikan melalui media komputer sehingga kegiatan proses belajar mengajar menjadi lebih menarik dan menantang bagi siswa. Dalam pembelajaran berbasis komputer, siswa akan berinteraksi dan berhadapan dengan komputer secara individual sehingga pengalaman  yang dialami oleh siswa akan berbeda dengan apa yang dialami siswa lain.menurut Simon (dalam Wena, 2011: 203) terdapat tiga model penyampaian materi pembelajaran berbasis komputer, yaitu sebagai berikut :
1)      Latihan dan praktik
Siswa diberikan pertanyaan-pertanyaan atau masalah untuk dipecahkan, kemudian komputer akan memberi respons atas jawaban yang diberikan siswa.
2)      Tutorial
Komputer akan menyadiakan rancangan pembelajaran yang kompleks yang berisi materi pembelajaran, latihan yang disertai umpan balik.
3)      Simulasi
Model pembelajaran ini menyajikan pembelajaran dengan sistem simulasi yang berhubungan dengan materi yang dibahas.
b.      Pembelajaran berbasis elektronik
E-Learning  merupakan sebuah inovasi model pembelajaran yang menggunakan teknologi informasi. Jaya Kumar C. Koran (2002), mendefinisikan e-learning sebagai sembarabg pengajaran dan pembelajaran yang menggunakan rangkaian elektronik (LAN, WAN, atau internet) untuk menyampaikan isi pembelajaran, interaksi, atau bimbingan. Adapula yang menafsirkan e-learning sebagai bentuk pendidikan jarak jauh yang dilakukan melalui media internet.
Perbedaan  pembelajaran tradisional dengan e-learning, yaitu guru dianggap sebagai orang yang serba tahu dan ditugaskan untuk menyalurkan ilmu pengetahuan kepada siswa. Dalam pembelajaran e-learning fokus utamanya adalah siswa. Suasana pembelajaran e-learning akan ‘memaksa’ siswa memainkan peranan yang lebih aktif dalam pembelajarannya (Suyanto, 2005).
Karakteristik e-learning antara lain adalah sebagai berikut :
1)      Memanfaatkan jasa teknologi elektronik; dimana guru dan siswa, siswa dan seseama siswa atau guru dan sesama guru dapat berkomunikasi dengan relatif mudah dengan tanpa dibatasi oleh hal-hal yang protokoler.
2)      Memanfaatkan keunggulan komputer (digital media dan computer networks).
3)      Menggunakan bahan ajar bersifat mandiri (self learning materials) disimpan di komputer sehingga dapat diakses oleh guru dan siswa kapan saja dan dimana saja bila yang bersangkutan memerlukannya.
4)      Memanfaatkan jadwal pembelajaran, kurikulum, hasil kemajuan belajar dan hal-hal yang berkaitan dengan administrasi pendidikan dapat dilihat setiap saat di komputer.[9]
Oleh karena itu, senantiasa belajar untuk mengimbangi  perkembangan zaman sangatlah penting, karena zaman semakin maju dan pemikiran manusia juga semakin maju.
  1. Bentuk kerja
Pada pembelajaran tradisonal menggunakan cara isolated work. Jadi di sini menurut penulis yang dimaksud dengan isolated work adalah di mana cara para siswa dalam belajar adalah dengan belajar sendiri-sendiri atau bersifat individual. Sehingga tak ada tukar informasi antara mereka. Para siswa belajar secara individual sehingga mereka hanya bergantung pada kemampuan mereka masing-masing. Siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi akan egois dan menggunakan kemampunnya sendiri untuk kepentingannya sendiri tanpa mempedulikan temannya. Sedangkan siswa yang memiliki kemampuan yang kurang akan kesulitan. Dalam hal ini, guru tidak memiliki usaha untuk memberi pekerjaan yang sifatnya kelompok karena penilaian kelompok mungkin dirasa kurang adil. Sehingga tugas yang diberikan oleh guru adalah tugas yang sifatnya adalah individual. Para siswa dituntut untuk memecahkan permasalahannya secara mandiri tanpa adanya kerja sama. Penulis berfikir cara seperti ini mungkin akan menguntungkan siswa yang memiliki kemampuan yang tinggi karena di sini kemampuan setiap siswa dapat dibedakan dengan mudah menurut hasil yang mereka peroleh. Namun, bagi siswa yang memiliki kemampuan tinggi ini, juga ada kerugiannya. Karena mereka hanya mengandalkan kemampunnya sendiri tapa ada masukan lain sehingga apa yang mereka peroleh terkadang sedikit kurang memuaskan karena terkadang, dalam memecahkan masalah kita juga membutuhkan pertimbangan yang bersumber dari luar diri kita. Begitu pula dengan siswa yang kemampuannya kurang. Tidak mudah untuk memecahkan masalah sendiri tanpa bantuan orang lain.
Perubahan yang terjadi pada pembelajaran modern adalah mengutamakan kerjasama. Ada beberapa model pembelajaran koperatif yang dapat guru terapkan untuk melaksanakan cara belajar dengan collaborative work ini. Collaborative work adalah suatu pembelajaran di mana siswanya dituntuk untuk memecahkan suatu permasalahan dengan cara kerja sama (kolaborasi). Hal paling mudah yang dapat guru terapkan dalam kelas adalah diskusi. Jadi di sini siswa dibagi menjadi grup atau minimal satu kelompok dua orang. Lalu mereka diberi sebuah permasalahn dan pemecahannya harus dikerjakan secara kelompok. Cara belajar ini cukup efektif bila setiap anggota kelompok dapat menymbangkan atau beraspirasi dalam memecahkan masalah. Namun, hal ini tidak akan efektif bila hanya beberapa anak saja yang memiliki andil. Terkadang dalam satu kelompok ada beberapa anak yang tak mau berdiskusi dan hanya mengandalkan pada satu orang saja untuk memecahkan masalah. Sehingga akhirnya yang terjadi juga pemecahan masalah dari satu orang dan akhirnya kembali ke individualisme bukan kerja sama lagi. Tampak dari luar memang seperti kerja sama, namun kenyataannya hanya beberapa bahkan hanya satu anak yang memiliki peran. Parahnya lagi bila ada dalam anggota suatu kelompok dan yang paling dominan adalah siswa yang egois. Maka, hasilnya malah jadi pemaksaan. Jadi di sini guru harus pintar dan terampil dalam mengawasi siswa-siswanya dalam melakukan kegiatan pembelajaran kooperatif maupun diskusi. Agar apa yang mereka peroleh dari hasil belajar mereka adalah benar-benar dari hasil mereka bertukar pikiran. Bukan hanya dari satu atau beberapa siswa saja. Di sini juga dituntut agar siswa yang biasanya kurang pede dan minder serta pendiam dapat mengemukakan pendapatnya dalam forum kerja sama.
  1. Informasi
Pada pembelajaran tradisional, salah satu sifatnya adalah information delivery yaitu penyampaian informasi dari salah satu pihak. Di sini pihak yang dimaksud adalah guru. Jadi dalam pembelajaran tradisional, informasi hanya bersumber dari guru. Guru menyampaikan informasi tentang pembelajaran kepada siswa dan siswa menerimanya. Jadi di sini, siswa hanya pasif dan guru yang aktif. Siswa tidak memiliki kesempatan untuk menyampaikan ide yang berupa informasi karena dalam pembelajaran tradisional, informasi ini mutlak dari guru. Dari penjelasan tersebut dapat kita ketahui bahwa informasi yang hanya berasal dari guru saja akan memiliki kelemahan. Hal ini disebabkan karena belum tentu informasi yang disampaikan oleh guru selalu benar. Ada kalanya guru yang juga seorang manusia akan melakukan suatu kesalahan yang tak dapat dihindari. Akibatnya, siswa yang menerima informasi akan menjadi salah dalam meneriman kebenaran informasi yang ia dapatkan. Dan, adanya perbedaan informasi yang siswa temukan tentunya akan menyebabkan kebingungan dan ambigu di kalangan para siswa.
Pada pembelajaran modern, sifatnya adalah information exchange atau dalam istilah bahasa Indonesia adalah pertukaran informasi. Berbeda dengan pembelajaran tradisional di mana informasi berasal dari guru saja. Dalam pembelajaran modern terjadi pertukaran informasi antara guru dan siswa. Jadi, informasi tidak hanya berasal dari guru saja. Dalam hal ini, guru di dalam belajar mengajar akan memberi informasi mengenai suatu materi pelajaran yang dipelajari kepada para siswa. Dalam kesempatan ini, siswa boleh saja menyampaikan kritik atau saran, bahkan mungkin informasi yang terbaru mengenai materi tersebut kepada sang guru, sehingga guru juga bertambah pengetahuannya. Dalam era global ini, sangatlah mudah bagi kita dalam mengakses ilmu pengetahuan yang ada. Bisa kita mengakses berbagai ilmu yang relevan dari internet. Atau mungkin, kita dapat bertukar informasi dengan teman dunia maya kita, sehingga pengetahuan yang kita peroleh akan berkembang. Guru pun juga harus demikian, sebagai guru yang berkembang, harus dapat menyesuaikan dengan zaman. Kita sebagai guru janganlah suka menang sendiri. Karena menurut pengalaman ada beberapa guru yang tak mau dikritik dan berpegang teguh bahwa dirinyalah yang benar. Guru juga harus selalu mencari informasi tentang berbagai pengetahuan terkini untuk menambah wawasannya, agar tak kalah dengan siswanya yang tentunya sudah memanfaatkan berbagai fasilitas yang sudah modern dan berteknologi tinggi. Selain itu, guru juga harus mau bertukar informasi dengan para siswanya, menelaah berbagai pengetahuan yang masih dipertanyakan kebenarannya. Hal ini juga sangat bermanfaat bagi perkembangan mental siswa. Mendidik siswa untuk mau belajar mandiri, namun tetap dalam pengawasan guru.
  1. Cara berpikir
Ada pergeseran antara cara berpikir dalam pembelajaran tradisional dan modern. Dalam pembelajaran tradisional, menekankan pemikiran yang sifatnya factual, knowledge-based learning. Jadi di sini penekanan pada pengetahuan yang kita pelajari adalah pada fakta di mana pembelajaran ini berdasarkan pada suatu pengetahuan. Kebanyakan pada pembelajaran tradisional hanya mementingkan aspek pengetahuan yang bersifat faktual saja yang umumnya sudah ada sebelum kita lahir, yang sudah dikemukakan oleh ahli-ahli pada zaman dahulu. Kebanyakan pembelajaran yang dilakukan adalah text book. Begitu pula dengan soal-soal yang dikeluarkan hanya bersumber dari buku-buku yang memuat suatu pengetahuan berdasarkan kurikulum lama. Jadi di sini, pembelajaran didasarkan pada pengetahuan. Hanya pengetahuan saja yang diutamakan. Istilah sekarang adalah aspek kognitif. Jadi, penilaian pun juga hanya pada pengetahuan yang dimiliki oleh siswa saja. Tak peduli bagaimana siswa itu mendapatkan hasil tersebut, yang penting adalah kenyataan bahwa siswa tersebut dapat mengerjakan soal sesuai buku. Terkadang siswa hanya menghafal apa yang ada di dalam buku atau apa yang dicatatkan oleh gurunya. hal ini menyebabkan informasi dan pengetahuan yang siswa pelajari tidak awet dalam ingatannya karena mereka hanya menghafal saja tanpa memahami. Padahal yang terpenting dalam pembelajaran adalah kita memahaminya, sehingga tanpa menghafal pun, siswa tetap ingat akan apa yang dipelajarinya.
Berbeda dalam pembelajaran modern yang kini sudah mengalami perubahan. Dalam pembelajarn modern yang diutamakan adalah critical thinking ang informed decision making. Jadi, dalam pembelajaran modern, yang diutamakan adalah agar siswanya dapat berpikir secara kritis dan juga belajar untuk membuat suatu kesimpulan (keputusan) atas informasi atau pengetahuan yang ia peroleh dalam belajar. Siswa dituntut untuk memahami mengenai suatu pengetahuan, tidak sekedar menghafal saja. Kemudian, tidak hanya memahami saja, siswa juga harus dapat menjelaskan mengenai suatu permasalahan dalam pembelajaran yang bersumber dari ide pikirannya sendiri. Jadi di sini adanya diskusi sangatlah penting untuk memacu kerja siswa untuk berpikir. Guru dapat memberikan suatu permasalah kepada siswanya. Kemudian guru dapat meminta siswanya untuk mendiskusikan masalahnya tersebut dan menemukan pemecahannya. Jadi di sini, guru sudah melatih siswa untuk dapat berpikir kritis. Sehingga siswa tidak hanya bergantung saja pada buku atau guru, namun dapat menemukan penyelesaian masalahnya sendiri. Hal ini sangatlah penting untuk perkembangan mental siswanya. Tidak hanya aspek kognitif saja yang menjadi perhatian, namun sikap juga diperhitungkan dalam pembelajaran.[10]
  1. Evaluasi Belajar
Ada perbedaan penerapan evaluasi belajar dalam pembelajaran tradisional dan modern. Evaluasi belajar pandangan tradisional lebih diarahkan pada tujuan belajar. Penilaian hasil belajar atau pengetahuan siswa dipandang sebagai bagian dari pembelajarandan biasanya dilakukan dengan cara test. Oleh karena itu, dalam pembelajaran tradisional penekanan terhadap peserta didik sering hanya pada penyelesaian  tugas.[11]
Sedangkan pada pembelajaran modern, pengukuran proses dan hasil belajar siswa terjalin di dalam kesatuan kegiatan pembelajaran, dengan cara guru mengamati hal-hal yang sedang dilakukan siswa, serta melalui tugas-tugas pekerjaan.
  1. Pandangan Terhadap Peserta Didik
Siswa-siswa dalam pembejaran tradisional dipandang sebagai “kertas kosong” yang dapat digoresi informasi oleh guru. Guru-guru pada umumnya menggunakan cara didaktik dalam menyampaikan informasi kepada siswanya.
Dalam pembelajaran modern, siswa dipandang sebagai pemikir-pemikir yang dapat memunculkan teori-teori tentang dirinya.[12] Dari uraian tersebut, maka peserta didik perlu diberikan modal untuk dapat memunculkan teori.

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Pembelajaran merupakan bagian atau elemen yang memiliki peran sangat dominan  untuk mewujudkan kualitas baik proses maupun output (kelulusan) pendidikan. Pembelajaran sangat tergantung dari kemampuan seorang guru dalam proses pembelajaran. Pembelajaran yang dilaksanakan secara baik dan tepat, akan memberikan konstribusi sangat dominan bagi siswa, sebaliknya, pembelajaran yang dilaksanakan dengan cara yang tidak baik akan menyebabkan potensi siswa sulit dikembangkan atau diberdayakan.
Pada zaman dulu, proses pembelajaran dilaksanakan dengan cara tradisional (Tradisional Learning), dan seiring berkembangnya zaman, proses pembelajaran semakin maju atau sering disebut dengan proses pembelajaran modern (New Learning). Pembelajaran tradisional merupakan pembelajaran dimana secara umum, pusat pembelajaran pada guru, dan menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar. Jadi, disini guru berperan sebagai orang yang serba bisa dan sebagai satu-satunya sumber belajar. Sedangkan pembelajaran modern  adalah seorang pelajarlah yang harus mendapatkan penekanan. Mereka yang harus aktif mengembangkan pengetahuan mereka, bukan pengajar atau orang lain. Mereka harus bertanggung jawab terhadap hasil belajar. Itulah yang menjadi tolak ukur perbedaan antara pembelajaran tradisional dan pembelajaran modern.
Sedikitnya, terdapat tujuh perbedaan dalam pembelajaran tradisional dan modern. Pertama, dalam pusat pembelajarannya. Kedua, dalam sumber belajrnya. Ketiga, dalam bentuk kerja. Keempat dalam sistem informasinya. Kelima, dalam pola berfikirnya. Keenam, dalam evaluasi belajar. Ketujuh, dalam pandangan mengenai peserta didiknya.


B.     Saran
Demikianlah makalah tentang perbedaan pembelajaran tradisional dan modern yang dapat kami sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi pembaca sehingga dapat menjadikan meningkatnya mutu pendidikan di Indonesia kedepannya, Amin. Apabila terdapat kekeliruan dan kekurangan dalam pembuatan makalah ini, kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Stategi Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta 2009,
Agus N.Cahyo, Panduan Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Aktual dan Terpopuler, DIVA Press, Jogjakarta; 2013
Arif Rohman, Memahami Ilmu Pendidikan, CV Aswaja Pressindo, Yogyakarta ; 2013
Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakrta; 2005,
Isriani Hardini, Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu ( Teori, Konsep, dan Implementasi), Familia (Group Relasi Inti Media), Yogyakarta; 2012
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta; 1999
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta; 2012
Saekan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, Rasail Media Grup, Semarang; 2008
www.Chemanee90edu.wordprees.com


[1] Agus N.Cahyo, Panduan Aplikasi teori-teori Belajar Mengajar Aktual dan Terpopuler, DIVA Press, Jogjakarta; 2013. Hal 18
[2] Saekan Muchith, Pembelajaran Kontekstual, Rasail Media Grup, Semarang; 2008, hal 1
[3] Abuddin Nata, Perspektif Islam tentang Stategi Pembelajaran, Prenada Media Group, Jakarta 2009, Hal 85-86
[4] Asri Budiningsih, Belajar dan Pembelajaran, PT Rineka Cipta, Jakrta; 2005, hal 58
[5] Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riana, Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, PT Raja Gravindo Persada, Jakarta; 2012, hal 44
[6] Ibid, hal 45
[7] Arif Rohman, Memahami Ilmu Pendidikan, CV Aswaja Pressindo, Yogyakarta ; 2013. Hal 183-184
[8] Abuddin Nata, Op. Cit, Hal 295
[9] Isriani Hardini, Dewi Puspitasari, Strategi Pembelajaran Terpadu ( Teori, Konsep, dan Implementasi), Familia (Group Relasi Inti Media), Yogyakarta; 2012. Hal 144­-147
[10] www.Chemanee90edu.wordprees.com
[11] Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, PT Rineka Cipta, Jakarta; 1999, Hal 123
[12] Asri Budinigsih, Op. Cit, Hal 63

Tidak ada komentar:

Posting Komentar